menghitung warisan harus memahami apa yang disebut dengan furudhul muqadarah

Menghitung Warisan Harus Memahami Apa yang Disebut dengan Furudhul Muqadarah, yang Artinya Adalah…

Dalam Islam, pembagian warisan bukanlah perkara yang bisa dilakukan secara sembarangan. Ada aturan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Hadis, yang memastikan bahwa setiap ahli waris mendapatkan bagian yang adil sesuai dengan syariat. Menghitung warisan harus memahami apa yang disebut dengan furudhul muqadarah, yang artinya adalah bagian-bagian warisan yang telah ditentukan besarannya berdasarkan hukum Islam.

Bagi seorang Muslim, memahami konsep ini sangat penting agar warisan dapat dibagi dengan benar sesuai dengan hukum faraidh. Lantas, apa itu furudhul muqaddarah, siapa saja yang berhak mendapatkannya, dan bagaimana cara menghitungnya? Yuk, kita bahas lebih dalam!


Apa Itu Furudhul Muqadarah?

Secara bahasa, furudhul muqadarah berasal dari bahasa Arab:

  • Furudh (فرائض) yang berarti bagian atau ketentuan.
  • Muqadarah (مقدرة) yang berarti sudah ditetapkan atau ditentukan.

Dalam ilmu faraidh, furudhul muqadarah adalah bagian warisan yang telah ditetapkan besarannya dalam Al-Qur’an dan Hadis untuk ahli waris tertentu. Bagian ini diberikan terlebih dahulu sebelum pembagian sisanya dilakukan kepada ahli waris lain.

Dalil tentang Furudhul Muqadarah: Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 11:

“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan…” (QS. An-Nisa: 11)

Ayat ini menunjukkan bahwa bagian warisan telah ditentukan secara jelas dalam Islam, dan tidak boleh diubah sesuka hati.


Siapa Saja yang Mendapatkan Furudhul Muqadarah?

Dalam hukum waris Islam, ahli waris yang mendapatkan furudhul muqadarah adalah:

1. Suami dan Istri

  • Suami mendapat ½ bagian jika istrinya meninggal dan tidak memiliki anak.
  • Suami mendapat ¼ bagian jika istrinya meninggal dan memiliki anak.
  • Istri mendapat ¼ bagian jika suaminya meninggal tanpa anak.
  • Istri mendapat ⅛ bagian jika suaminya meninggal dengan anak.

2. Anak Perempuan

  • Jika anak perempuan tunggal, ia mendapat ½ bagian.
  • Jika dua anak perempuan atau lebih, mereka mendapat ⅔ bagian yang dibagi rata.

3. Orang Tua (Ayah dan Ibu)

  • Ibu mendapat ⅓ bagian jika almarhum tidak memiliki anak.
  • Ibu mendapat ⅙ bagian jika almarhum memiliki anak.
  • Ayah mendapat ⅙ bagian jika almarhum memiliki anak.

4. Saudara Seibu

  • Jika hanya satu saudara seibu, ia mendapat ⅙ bagian.
  • Jika lebih dari satu saudara seibu, mereka mendapat ⅓ bagian yang dibagi rata.

5. Kakek dan Nenek

  • Jika ibu sudah meninggal, nenek mendapat ⅙ bagian.
  • Jika ayah sudah meninggal, kakek bisa mendapat bagian seperti ayah jika tidak ada ahli waris lain.

Baca juga: Sebutkan Rukun Nikah dan Penjelasannya dalam Islam


Cara Menghitung Warisan dengan Furudhul Muqadarah

Berikut contoh perhitungan sederhana:

Contoh Kasus 1: Warisan untuk Suami dan Ibu

Seorang wanita meninggal dengan meninggalkan suami dan ibu, serta tidak memiliki anak. Harta yang ditinggalkan sebesar Rp120.000.000.

Pembagian berdasarkan furudhul muqadarah:

  • Suami mendapat ½ bagian → ½ × Rp120.000.000 = Rp60.000.000.
  • Ibu mendapat ⅓ bagian → ⅓ × Rp120.000.000 = Rp40.000.000.
  • Sisa Rp20.000.000 dapat diberikan kepada ahli waris lain sesuai hukum Islam.

Contoh Kasus 2: Warisan untuk Istri, Anak Perempuan, dan Ayah

Seorang pria meninggal meninggalkan istri, satu anak perempuan, dan ayah. Harta warisannya Rp180.000.000.

Pembagian berdasarkan furudhul muqadarah:

  • Istri mendapat ⅛ bagian → ⅛ × Rp180.000.000 = Rp22.500.000.
  • Anak perempuan mendapat ½ bagian → ½ × Rp180.000.000 = Rp90.000.000.
  • Ayah mendapat ⅙ bagian → ⅙ × Rp180.000.000 = Rp30.000.000.
  • Sisa Rp37.500.000 dapat diberikan kepada ahli waris lain sesuai hukum Islam.

Kesalahan yang Sering Terjadi dalam Pembagian Warisan

Meskipun Islam telah mengatur warisan dengan jelas, masih banyak kesalahan yang sering terjadi, seperti:

  1. Mengabaikan hak ahli waris tertentu, seperti ibu atau saudara seibu.
  2. Tidak memahami furudhul muqadarah, sehingga warisan dibagi secara tidak adil.
  3. Membagi warisan sebelum meninggal, padahal warisan baru bisa dibagi setelah pemiliknya wafat.
  4. Mengutamakan adat daripada hukum Islam, sehingga pembagian menjadi tidak sesuai syariat.

Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami ilmu faraidh agar pembagian warisan dilakukan dengan benar.


Kesimpulan

Menghitung warisan harus memahami apa yang disebut dengan furudhul muqadarah, yang artinya adalah bagian warisan yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an dan Hadis. Bagian ini diberikan kepada ahli waris tertentu sebelum pembagian sisanya dilakukan.

Dengan memahami konsep furudhul muqadarah, kita bisa membagikan harta warisan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Hal ini tidak hanya menciptakan keadilan tetapi juga menghindari konflik dalam keluarga.

Sebagai seorang Muslim, penting untuk mempelajari hukum waris Islam agar kita dapat menjalankannya dengan baik. Jika masih ragu, berkonsultasilah dengan ahli faraidh atau ulama agar pembagian warisan berjalan sesuai dengan hukum Islam.

Semoga artikel ini membantu kamu memahami lebih dalam tentang pembagian warisan dalam Islam!