Pernah dengar istilah memetic violence? Istilah ini mungkin terdengar asing, tapi ternyata fenomenanya sering banget muncul di dunia maya.
Kalau kamu aktif di media sosial, besar kemungkinan kamu pernah melihat bentuknya — entah itu meme, video, atau postingan yang menginspirasi seseorang melakukan kekerasan di dunia nyata. Nah, inilah yang disebut memetic violence adalah bentuk kekerasan yang lahir dari konten digital.
Apa Itu Memetic Violence?
Secara sederhana, memetic violence adalah kekerasan yang terinspirasi dari konten daring (online) — bisa berupa meme, video, tulisan, atau simbol yang mengandung ideologi, ujaran kebencian, atau glorifikasi terhadap kekerasan.
Menurut penjelasan AKBP Mayndra Eka Wardhana dari Densus 88 Antiteror Polri, tindakan ini bisa dikategorikan sebagai “memetic violence daring”, yaitu kekerasan yang muncul akibat pengaruh konten internet, bukan hasil dari ideologi terorisme langsung.
Artinya, pelaku kekerasan tidak selalu bagian dari jaringan radikal, tapi bisa jadi terinspirasi oleh konten viral yang menormalisasi kekerasan.
“Sampai saat ini tidak ditemukan aktivitas terorisme yang dilakukan ABH (anak berhadapan dengan hukum), jadi murni tindakan kriminal umum. Namun dalam komunitas kekerasan ini dikenal istilah memetic violence daring,”
— AKBP Mayndra Eka Wardhana, Densus 88 Antiteror Polri
Asal Usul Istilah Memetic Violence
Istilah ini berasal dari gabungan dua kata:
Jadi, memetic violence adalah kekerasan yang lahir dari penyebaran ide atau simbol tertentu di dunia maya.
Fenomena ini pertama kali dibahas di Eropa dan Amerika, di mana beberapa pelaku kekerasan mengaku “terinspirasi” oleh meme atau konten ekstrem yang mereka lihat di internet.
Menurut laporan dari berbagai lembaga keamanan dunia, pola ini mulai merambah ke banyak negara — termasuk Indonesia — karena kemudahan akses terhadap konten ekstrem di platform digital.
Contoh Kasus Memetic Violence di Dunia Nyata
Biar lebih mudah dipahami, berikut beberapa contoh nyata fenomena memetic violence:
| Bentuk Memetic Violence | Contoh Kasus yang Pernah Terjadi |
|---|---|
| Kekerasan yang terinspirasi konten online | Kasus siswa yang membawa airsoft gun dengan simbol tertentu yang meniru aksi kekerasan di luar negeri |
| Meme provokatif | Meme yang menggambarkan “pahlawan” kekerasan dan menginspirasi orang lain untuk meniru |
| Konten glorifikasi | Video yang memuja pelaku kejahatan dan dianggap keren oleh penontonnya |
| Ideologi ekstrem di media sosial | Simbol dan tagar tertentu yang menyebarkan ide kekerasan dalam komunitas online |
Menurut AKBP Mayndra, pelaku di kasus airsoft gun bahkan meniru elemen dari video atau simbol yang sering muncul di Eropa dan Amerika, tanpa benar-benar memahami konteks atau ideologinya.
Kenapa Memetic Violence Bisa Berbahaya?
Sekilas, fenomena ini terlihat remeh — hanya “terinspirasi konten online”. Tapi dampaknya bisa besar.
Beberapa alasan kenapa memetic violence berbahaya:
- Menormalisasi kekerasan.
Ketika kekerasan dijadikan bahan meme atau hiburan, batas moral masyarakat jadi kabur. - Mendorong aksi peniruan.
Anak muda yang sering melihat konten kekerasan bisa terdorong meniru, apalagi jika pelaku dianggap keren. - Sulit dideteksi.
Karena kontennya tersebar secara viral dan tidak terorganisir seperti kelompok teroris, sulit bagi pihak berwenang untuk memantau satu per satu. - Efek sosial dan psikologis.
Korban, pelaku, dan masyarakat bisa sama-sama terdampak oleh penyebaran konten berbau kekerasan ini.
Baca juga: TPPO Singkatan dari Apa? Ini Arti, Pasal, dan Hukuman Lengkapnya
Cara Mencegah Terjadinya Memetic Violence
Menurut para pakar keamanan digital, pencegahan memetic violence harus dimulai dari edukasi dan literasi digital.
Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
- Bijak memilih konten. Hindari menonton atau membagikan video/meme kekerasan.
- Laporkan konten berbahaya. Jika menemukan postingan yang mengandung unsur provokatif, segera laporkan ke platform atau pihak berwenang.
- Pantau aktivitas digital anak muda. Karena kelompok remaja sering jadi target utama penyebaran ideologi ekstrem lewat meme.
- Kuatkan nilai empati dan moral. Dorong budaya positif dalam komunitas digital.
- Pahami peran media sosial. Jangan jadikan platform daring sebagai tempat glorifikasi kekerasan.
Memetic Violence di Era Digital Indonesia
Di Indonesia, istilah ini mulai banyak dibahas setelah Densus 88 mengungkap kasus pelajar yang meniru simbol dan gaya kekerasan dari luar negeri.
Tindakan itu memang bukan aksi terorisme, tapi menunjukkan bagaimana konten daring bisa membentuk pola pikir berbahaya pada individu yang masih labil.
Fenomena ini jadi alarm penting — bahwa kekerasan di dunia maya bisa menjalar ke dunia nyata, apalagi jika tidak ada kontrol sosial dan edukasi digital yang kuat.
Kesimpulan
Singkatnya, memetic violence adalah bentuk kekerasan yang lahir dari inspirasi konten daring, di mana seseorang terpengaruh oleh simbol, ideologi, atau narasi kekerasan di internet.
Kasus seperti yang dijelaskan oleh AKBP Mayndra Eka Wardhana dari Densus 88 Antiteror Polri menjadi bukti nyata bahwa dunia maya bisa jadi sumber inspirasi berbahaya jika tidak disikapi dengan bijak.
Kita semua punya peran untuk mencegahnya: dengan berpikir kritis, tidak asal membagikan konten, dan menumbuhkan empati digital.
Karena di balik layar gadget, ada dunia nyata yang bisa terpengaruh oleh satu klik kita.
Pertanyaan Umum (FAQ) Seputar Memetic Violence Adalah
1. Apa yang dimaksud dengan memetic violence?
Memetic violence adalah kekerasan yang terinspirasi dari konten digital seperti meme, video, atau simbol yang menyebarkan ide kebencian atau kekerasan.
2. Apa perbedaan memetic violence dan terorisme?
Memetic violence tidak selalu berhubungan dengan ideologi atau jaringan teror. Kadang hanya peniruan atau inspirasi dari konten online, bukan perencanaan sistematis.
3. Apakah anak muda rentan terhadap memetic violence?
Ya, karena mereka aktif di media sosial dan sering terpapar konten yang menormalisasi kekerasan.
4. Apa contoh nyata memetic violence di Indonesia?
Kasus siswa yang menggunakan airsoft gun dengan simbol dan tulisan ekstrem, seperti yang dijelaskan Densus 88, termasuk contoh fenomena ini.
5. Bagaimana cara mencegah penyebaran memetic violence?
Tingkatkan literasi digital, edukasi empati online, dan laporkan konten provokatif di media sosial.



